Mengenang Liverpool Semusim - Robbie Keane



Barclays Premier League ( BPL ) musim 2008/2009 telah berakhir. Sebagai seorang liverpudlian ( fans liverpool fc ) ada banyak kenangan yang terpatri di hati saya. Walau gagal merengkuh gelar ke 19, setidaknya musim ini bisa menekan dan bersaing hingga akhir musim. Posisi runner up menurut saya adalah sebuah perkembangan yang bagus untuk menatap musim depan. Salah satu kenangan bersama Liverpool yang ada dalam memori saya selama setahun yang lalu adalah tentang Robbie Keane.




Pemain andalan Irlandia Utara dan kapten Tottenham Hotspurs, siapa yang tidak mengenal Robbie Keane. Setelah sebelumnya santer diberitakan akan merekrut David Villa dari Valencia, tiba-tiba saja manajemen Liverpool mengumumkan bahwa mereka telah berhasil mengikat Robbie Keane. Sebuah berita yang cukup mengejutkan seluruh Liverpudlian, karena tidak ada tanda-tanda sebelumnya bahwa Rafa akan merekrut sang kapten. Dibeli dengan harga 20 juta pounds, Robbie Keane diharapkan bisa menjadi tandem Fernando Torres setelah pada musim sebelumnya Andrij Voronin gagal mengemban tugas tersebut. Robbie Keane sendiri mengaku sangat senang bisa merapat ke Anfield (markas Liverpool), karena Liverpool adalah klub yang selalu didukungnya sejak dirinya masih anak-anak. Bermain di Anfield adalah sebuah mimpi yang menjadi kenyataan. Dengan nama besar yang disandangnya, dan permainan apiknya selama di Tottenham, harapan para Liverpudlian pun langsung dibebankan kepadanya. Nomor punggung tujuh yang diberikan membuat Keane merasa terhormat dan berharap dirinya mampu menjadi pemain Liverpool yang selalu diingat, seperti layaknya Kenny Dalglish.

Sial tak dapat ditebak malang tak dapat ditolak, itulah mungkin ungkapan yang paling pas untuk RK7. Diharapkan mampu mencetak gol sebanyak-banyaknya, yang terjadi justru sebaliknya, Robbie Keane seperti menjadi pemain medioker saat berseragam The Reds. Sering linglung saat 1 on 1 dengan kiper lawan dan juga berkali-kali membuang kesempatan emas. Gol pertama Keane datang pada saat Liverpool menjamu Eindhoven di ajang Liga Champion pada bulan Oktober, gol yang diharapkan menjadi pertanda kebangkitan Robbie Keane.

Harapan yang membuncah ternyata tinggallah harapan. Robbie Keane yang diharapkan makin menggila ternyata tetap saja bermain seperti layaknya pemain medioker. Anfield dream turn into nightmare, begitulah headline-headline media cetak dan elektronik menulis. Puncaknya terjadi pada bursa transfer musim dingin. Harry Redknap yang ditunjuk menggantikan Juande Ramos untuk melatih Spurs ingin membawa sang kapten kembali ke White Hart Lane, dengan banderol harga 15 juta pounds. Rafa menerima tawaran tersebut dengan alasan bahwa hal tersebut demi kepentingan sang pemain sendiri. Robbie Keane pulang ke Spurs, tetapi hubungannya dengan para Liverpudlian dan pemain Liverpool tidak pernah berubah. Tidak ada kebencian di hati Keane, hal tersebut terbukti saat Spurs bertandang ke Anfield pada laga terakhir Premier League. Robbie Keane mencetak gol ke gawang Reina, dan tanpa selebrasi. Suatu tindakan yang mendapat tepuk tangan dari seluruh Liverpudlian di Anfield. Pada saat pertandingan Keane terlihat berkali-kali ngobrol dengan Gerrard dan Torres. Saat Gerrard ditarik keluar, Keane menyalami dirinya. Inilah Robbie Keane, walau gagal di Liverpool, tapi dia tetap ada di hati saya, ah Keane.

0 comments:

Post a Comment

my deeper mind © 2008. Design by :Yanku Templates Sponsored by: Tutorial87 Commentcute
This template is brought to you by : allblogtools.com Blogger Templates